
JAKARTA, sln70-news.com – Landasan hukum bagi kejaksaan hendak direvisi. Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan sedang diharmonisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR yang dimaksudkan untuk merevisi UU Kejaksaan saat ini, yaitu UU Nomor 16 Tahun 2004.
Seperti dilansir detikcom, Rabu (9/9/2020), draf RUU Kejaksaan itu memuat 41 pasal. Terdapat banyak perubahan dalam draf RUU bagi Korps Adhyaksa.
Apa saja perubahannya?
Berikut perbandingan pasal per pasal di UU yang berlaku dengan RUU yang sedang dibahas:
Pasal 1
UU saat ini
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
2. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
4. Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.
Draf UU
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan,
penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
2. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim, dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
3. Proses Penuntutan adalah serangkaian tindakan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, pelimpahan dan persidangan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim, pelaksana putusan pengadilan, dan tindakan hukum lainnya seperti penelusuran, pelacakan, perampasan dan pemulihan aset, ekstradisi, dan bantuan hukum timbal balik, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
4. Jaksa adalah suatu profesi yang memiliki tugas dan wewenang yang bersifat keahlian teknis di bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, di bidang ketertiban dan ketentraman umum, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kerja sama hukum internasional, dan di bidang mahkamah konstitusi serta tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang.
Pasal 2
UU saat ini
Pasal 2
(1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
(2) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka.
(3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan.
Draf UU
Pasal 2
(1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut Kejaksaan adalah badan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di bidang eksekutif yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
(2) Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan.
Pasal 4
UU saat ini
Pasal 4
(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
(3) Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.
Draf UU
Pasal 4
(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dengan yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung.
(3) Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dengan yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung.
Pasal 8
UU saat ini
Pasal 8
(1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut
saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan
alat bukti yang sah.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam
masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Draf UU
Pasal 8
(1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan proses penuntutan.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Penambahan pasal di antara Pasal 8 dan Pasal 9 yaitu:
Pasal 8A
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa beserta anggota keluarganya wajib mendapatkan pelindungan diri dan pelindungan dari Negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
(2) Setiap Jaksa memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelindungan diri dan pelindungan dari Negara serta gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8B
Perekrutan, penempatan, dan jenjang karir Jaksa dilakukan secara terbuka, profesional, dan akuntabel yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.
Pasal 8
UU saat ini
Pasal 8
(1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut
saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan
alat bukti yang sah.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam
masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Draf UU
Pasal 8
(1) Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan proses penuntutan.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Penambahan pasal di antara Pasal 8 dan Pasal 9 yaitu:
Pasal 8A
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa beserta anggota keluarganya wajib mendapatkan pelindungan diri dan pelindungan dari Negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
(2) Setiap Jaksa memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelindungan diri dan pelindungan dari Negara serta gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8B
Perekrutan, penempatan, dan jenjang karir Jaksa dilakukan secara terbuka, profesional, dan akuntabel yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.
Pasal 9
UU saat ini
Pasal 9
(1) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. pegawai negeri sipil.
(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan
pembentukan jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat, atau petunjuk pelaksanaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Draf UU
Pasal 9
(1) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum pada saat masuk Kejaksaan;
e. berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. Pegawai Kejaksaan.
(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perekrutan dan penempatan dan syarat untuk menjadi Jaksa, serta tata cara pelaksanaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa ditetapkan dengan Peraturan Jaksa Agung.
(4) Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kejaksaan membentuk suatu lembaga pendidikan khusus.
Pasal 10
UU saat ini
Pasal 10
(1) Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Jaksa Agung.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.
bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian.”
Draf UU
Pasal 10
(1) Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Jaksa Agung.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.
bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas
dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian.”
Pasal 11
UU saat ini
Pasal 11
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi:
a. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
b. advokat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan atau pekerjaan yang dilarang dirangkap selain jabatan atau pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Draf UU
Pasal 11
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi dewan direksi badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta
Pasal 12
UU saat ini
Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas.
Draf UU
Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas.
Pasal 13
UU saat ini
Pasal 13
(1) Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
e. melakukan perbuatan tercela.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Penjelasan huruf b
Yang dimaksud dengan “terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaan” adalah apabila dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari, yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Draf UU
Pasal 13
(1) Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana;
b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
e. melakukan pelanggaran berat sebagaimana yang diatur dalam kode etik jaksa.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Penjelasan huruf b
Kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaan” adalah apabila dalam jangka waktu paling lama 46 (empat puluh enam) hari kerja secara berturut-turut, yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Pasal 14
UU saat ini
Pasal 14
(1) Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
(2) Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(3) Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.
Draf UU
Pasal 14
(1) Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai Kejaksaan.
(2) Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(3) Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan Jaksa berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.
Pasal 15
UU saat ini
Pasal 15
(1) Apabila terdapat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan terhadap seorang jaksa, dengan sendirinya jaksa yang
bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam hal jaksa dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan, jaksa dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
Draf UU
Pasal 15
(1) Apabila terdapat perintah penangkapan dan diikuti dengan penahanan terhadap seorang Jaksa yang disangka melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun, Jaksa yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam hal Jaksa dituntut di muka pengadilan karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun tanpa dilakukan penahanan, Jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatan Jaksa oleh Jaksa Agung.
Pasal 16
UU saat ini
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Draf UU
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan jaksa yang terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 18
UU saat ini
Pasal 18
(1) Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.
(2) Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(3) Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
(4) Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.
Draf UU
Pasal 18
(1) Jaksa Agung adalah penyidik, penuntut umum, dan sebagai pengacara negara tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang kejaksaan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh negara.
(3) Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(4) Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
(5) Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.
Pasal 19
UU saat ini
Pasal 19
(1) Jaksa Agung adalah pejabat negara.
(2) Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Draf UU
Pasal 19
(1) Jaksa Agung adalah pejabat negara.
(2) Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan mendengar pertimbangan DPR
Pasal 20
UU saat ini
Pasal 20
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g.
Draf UU
Pasal 20
Untuk diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
g. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;
h. tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku Jaksa;
j. harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa
Pasal 21
UU saat ini
Pasal 21
Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan;
b. advokat;
c. wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;
d. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
e. notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
f. arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang; atau
h. pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.
Draf UU
Pasal 21
Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lain atau penyelenggara negara yang menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas pokok fungsi Kejaksaan yang diatur menurut peraturan perundang-undangan;
b. wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;
c. dewan direksi badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
d. notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
e. pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.
Pasal 22
UU saat ini
Pasal 22
(1) Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
d. berakhir masa jabatannya;
e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Draf UU
Pasal 22
(1) Jaksa Agung diberhentikan dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
d. berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan;
e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; atau
f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 23
UU saat ini
Pasal 23
(1) Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2) Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(3) Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier.
Penjelasan ayat 1
Adanya jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa Agung khususnya dalam pembinaan administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut maka jabatan Wakil Jaksa Agung merupakan jabatan karier dalam
lingkungan kejaksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhatikan pembinaan karier di lingkungan kejaksaan.
Draf UU
Pasal 23
(1) Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2) Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(3) Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier sebagai Jaksa.
Penjelasan ayat 1
Adanya jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa Agung khususnya dalam pembinaan administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut maka jabatan Wakil Jaksa Agung merupakan Jaksa karier dalam lingkungan kejaksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhatikan pembinaan karier di lingkungan kejaksaan.
Pasal 24
UU saat ini
Pasal 24
(1) Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2) Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang berpengalaman sebagai kepala kejaksaan tinggi atau jabatan yang dipersamakan dengan jabatan kepala kejaksaan tinggi.
(3) Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
(4) Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
d. berakhir masa jabatannya;
e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Draf UU
Pasal 24
(1) Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2) Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang berpengalaman sebagai
kepala kejaksaan tinggi.
(3) Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
(4) Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
d. berakhir masa jabatannya;
e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 29
UU saat ini
Pasal 29
(1) Pada kejaksaan dapat ditugaskan pegawai negeri yang tidak menduduki jabatan fungsional jaksa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan perundang-undangan.
(2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau tenaga tata usaha untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
(3) Selain tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada kejaksaan dapat diangkat tenaga ahli bukan dari pegawai negeri.
Draf UU
Pasal 29
(1) Pada kejaksaan dapat ditugaskan Aparatur Sipil Negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lainnya yang tidak menduduki jabatan jaksa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan perundang-undangan.
(2) Aparatur Sipil Negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau jabatan lain untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
Pasal 30
UU saat ini
Pasal 30
(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. pengawasan peredaran barang cetakan;
d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Draf UU
Pasal 30
(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan proses penuntutan;
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, serta melaksanakan pemindahan terpidana;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dengan melakukan penyidikan lanjutan;
f. melakukan mediasi penal;
g. melakukan penelusuran, pelacakan, perampasan dan pemulihan aset negara dan perolehan kejahatan;
(2) Untuk melengkapi berkas perkara, penyidikan lanjutan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan terhadap tersangka;
b. dilakukan terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara, dan/atau untuk mempercepat penyelesaian perkara;
c. diselesaikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah selesainya proses hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara pidana dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyidikan Lanjutan sebagaimana ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan, Kejaksaan dengan atau tanpa kuasa khusus bertindak sebagai Jaksa
Pengacara Negara, di semua lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
nama negara atau Pemerintah, maupun kepentingan umum.
(5) Di bidang bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna
mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi:
a. kewenangan selaku intelijen penegakan hukum;
b. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
c. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
d. pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia;
e. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
f. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
g. penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring;
h. pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
i. turut serta dan berkontribusi dalam kondisi negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil, maupun darurat militer, dan keadaan perang.
(6) Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Kejaksaan
menyelenggarakan kegiatan penelitian, pengembangan hukum, statistik kriminal, dan kesehatan yustisial Kejaksaan, serta pendidikan
akademik, profesi, dan kedinasan.
Penambahan pasal di antara Pasal 30 dan Pasal 31 yaitu:
Pasal 30A
(1) Turut serta dan aktif dalam proses pencari kebenaran dan rekonsiliasi atas perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan konflik sosial tertentu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai konflik social tertentu sebagaimana ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 30B
Turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya.
Pasal 30C
Memberikan pertimbangan dan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik
Pasal 31
UU saat ini
Pasal 31
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.
Draf UU
Disebutkan dalam penjelasan:
Dalam rangka melaksanakan kewenangan dalam pasal ini serta menjalankan fungsi kesehatan yustisial, Kejaksaan dapat membangun dan mengelola pelayanan rumah sakit terpadu yang berkaitan dengan proses penegakan hukum dan pelayanan kesehatan lainnya.
Pasal 33
UU saat ini
Pasal 33
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.
Draf UU
Pasal 33
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dan komunikasi dengan:
a. lembaga penegak hukum dan instansi lainnya;
b. lembaga penegak hukum dari negara lain;
c. lembaga atau organisasi internasional..
Pasal 34
UU saat ini
Pasal 34
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Draf UU
Pasal 34
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Presiden dan instansi pemerintah lainnya.
Penambahan pasal di antara Pasal 34 dan Pasal 35 yaitu:
Pasal 34A
Untuk kepentingan penegakan hukum, Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35
UU saat ini
Pasal 35
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Draf UU
Pasal 35
(1) Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a. menetapkan dan mengendalikan kebijakan politik hukum;
b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum yang dapat didelegasikan kepada Penuntut Umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam lingkup peradilan umum, tata usaha negara, agama, dan militer;
e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi dalam lingkup peradilan umum, tata usaha negara, agama, dan militer;
f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. melaksanakan tindakan hukum di luar negeri dalam rangka menyelamatkan dan pengembalian perolehan tindak pidana
dan/atau kerugian negara;
h. melaksanakan ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik baik sebagai pemohon maupun termohon sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
i. mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.
j. sebagai Penyidik dan Penuntut Umum pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
(2) Pendelegasian kewenangan mengesampingkan perkara demi kepentingan umum diatur dengan Peraturan Jaksa Agung.
Penambahan pasal di antara Pasal 35 dan Pasal 36 yaitu:
Pasal 35A
(1) Jaksa Agung dapat memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda penghargaan kepada pegawai Kejaksaan atau pihak yang berkontribusi besar untuk kemajuan penegakan hukum.
(2) Ketentuan dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Jaksa Agung.
Pasal 36
UU saat ini
Pasal 36
(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
(2) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.
Draf UU
Pasal 36
(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
(2) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat dan dilaporkan secara berjenjang kepada Jaksa Agung.
(3) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
(4) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Jaksa Agung.
Pasal 37
UU saat ini
Pasal 37
(1) Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
(2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan prinsip akuntabilitas.
Yang diubah adalah dalam penjelasan Pasal 37 ayat 1
Draf UU
Penjelasan Pasal 37 ayat 1 dan 2
Ayat (1)
Perwujudan dari keadilan restoratif yang mana penuntutan itu dilakukan dengan menimbang antara kepastian hukum (rechtmatigheids) dan kemanfaatannya (doelmatigheids).
Ayat (2)
Laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan melalui rapat kerja.
Pasal 38
UU saat ini
Pasal 38
Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.
Draf UU
Pasal 38
Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.
Pasal 39
UU saat ini
Pasal 39
Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Draf UU
Pasal 39
Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam:
a. Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633); dan
b. Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4884);
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara pidana.
Penambahan pasal di antara Pasal 39 dan Pasal 40 yaitu:
Pasal 39A
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
Pasal 41
UU saat ini
Pasal 41
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3451), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Draf UU
Pasal 41
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401), tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
sumber: detik.com