
JAKARTA, sln70-news.com – Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memiliki target mengubah perilaku masyarakat agar lebih patuh terhadap protokol pencegahan virus corona selama tahapan Pilkada 2020 berjalan.
Namun, pakar epidemiologi menilai rencana itu telat dan juga tidak mungkin tercapai.
Telat karena saat ini tahapan Pilkada 2020 sudah memasuki masa kampanye hingga 5 Desember mendatang, sementara pelanggaran protokol kesehatan sudah terjadi sejak tahapan pengundian nomor urut pada 24 September lalu.
Satu pekan masa kampanye berjalan juga diwarnai pelanggaran protokol kesehatan di berbagai daerah. Tak sedikit warga dan peserta pilkada yang mengabaikan protokol corona.
Epidemiolog dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan target mengubah kepatuhan masyarakat dibuat sejak virus corona mewabah pada Maret lalu.
“Bukan hanya telat, memang belum diutamakan. Sekarang apa yang menjadi strategi utama pemerintah? katanya ingin mengubah perilaku, lalu opsi dan strategi yang ditawarkan bagaimana? itu seharusnya,” kata Hermawan seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).
Hermawan mengatakan target pemerintah itu juga kontradiktif dengan kebijakan yang telah diambil. Misalnya keputusan untuk melanjutkan Pilkada 2020 di tengah pandemi virus Corona.
Dia menegaskan bahwa pagelaran kontestasi politik itu bakal mengundang massa, sehingga sumber ketidakpatuhan warga bisa dikatakan berasal dari kebijakan pemerintah itu sendiri.
“Kebijakan tidak konsisten memang, seperti kebijakan mengizinkan Pilkada. Tidak mungkin mengharapkan semua orang disiplin, tapi kebijakan berlawanan dengan paradigma pengendalian covid-19, kan begitu,” jelas Hermawan.
Jika pemerintah serius ingin mengubah perilaku kepatuhan masyarakat, Hermawan menilai perlu ada metode yang jitu. Tidak hanya imbauan belaka.
“Seharusnya pemerintah menggerakkan dari RT/RW hingga Polindes untuk mengendalikan kedisiplinan dan menyediakan ketahanan warga terkait imunitas,” kata dia.
Pendapat senada diutarakan Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono. Menurutnya sulit mengubah masyarakat agar lebih patuh protokol selama tahapan Pilkada 2020 dilaksanakan.
“Saya kira susah ya untuk menjamin kepatuhan masyarakat, tidak mungkin. Bisa dilihat acara pendaftaran kampanye pada hari pertama saja masih ada yang melanggar,” kata Pandu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).

Pandu juga berkaca pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan selama ini. Menurutnya, PSBB hanya aturan di atas kertas yang tidak tegas ketika diterapkan.
Tak sedikit warga yang mengabaikan aturan-aturan selama PSBB. Oleh karena itu, Pandu pesimis kepatuhan masyarakat bisa meningkat selama pilkada khususnya pada pemungutan suara 9 Desember mendatang.
Terlebih, tiap pemerintah daerah punya kebijakan masing-masing. Hal itu semakin membuat masyarakat enggan untuk mematuhi peraturan.
“Semua regulasi dibuat sebelum era pandemi, kemudian diubah, dan ditambah, begitu seterusnya. Saya bilang dari awal, tunda dulu pilkada dan buat regulasi yang baru, lalu disesuaikan dan diarahkan,” kata Pandu.
“Sulit tercapai, susah diimplementasikan. Karena memang tidak ada keseriusan, membuat kebijakan yang kontradiksi dalam implementasi pandemi,” sambungnya.
sumber: cnnindonesia.com