MEDAN, sln70-news.com – Ombudsman RI Perwakilan Sumut mulai menguak dugaan praktik kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 melalui jalur zonasi. Lembaga pengawas pelayanan publik itu menemukan adanya indikasi permainan dalam penerbitan surat keterangan domisili (SKD) yang diterbitkan oleh kelurahan.
Diperbolehkannya SKD untuk mendaftar sekolah melalui jalur zonasi menjadi pintu masuk kecurangan. Meskipun keberadaan SKD diperolehkan secara aturan baik Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maupun peraturan gubernur. Sebagai sampel Ombudsman mengambil 5 data calon siswa/i di SMA Negeri 1 Medan yang dinyatakan lulus melalui jalur zonasi.
Adapun data calon siswa tersebut antara lain MAF (inisial), berdasarkan Dapodik (Data Pokok Pendidikan) MAF tercatat sebagai warga Jalan AR Hakim No 128. Sedangkan ZFA (inisial) adalah warga Komplek Bumi Asri.
Keduanya calon siswa tersebut dinyatakan lulus di SMA Negeri 1 Medan dengan menggunakan SKD yang memiliki alamat sama, yakni di Jalan Tengku Cik Ditiro, No 1. SKD tersebut dikeluarkan oleh Lurah Kelurahan Madras. Adapun MAF lulus karena domisilinya hanya berjarak 40 meter dari sekolah, sedangkan domisili ZFA dengan SMA Negeri 1 berjarak 72 meter.
Jalan Tengku Cik Ditiro No 1 adalah alamat SMA Negeri 1 Medan. Dalam pengumuman calon siswa/i SMA Negeri 1 Medan yang lulus MAF berada di nomor urut 1 dan ZFA berada di nomor urut 2.
“Bagaimana mungkin lurah mengeluarkan surat keterangan domisili warga di alamat sekolah, kan tidak masuk diakal, apa ada orang tinggal di sekolah,” ujar Abyadi Siregar, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Selasa (7/7/2020).
Berdasarkan penelusuran, selain SMA Negeri 1 Medan, ada juga salah satu rumah warga di Jalan Tengku Cik Ditiro, No 1. Posisinya berada di dekat perisimpangan Jalan Zainul Arifin, jaraknya cukup jauh dari SMA Negeri 1 Medan, diperkirakan lebih dari 100 meter.
“Saya sempat datangi rumah warga di Jalan Tengku Cik Ditiro No 1, di sana rumah masyarakat keturunan etnis Tionghoa, mereka bilang gak ada nama MAF dan ZFA. Kan aneh,” jelasnya.
Berdasarkan keterangan Dinas Pendidikan Sumut atau Panitia PPDB, kata Abyadi, siswa/i diterima melalui jalur zonasi yang tempat tinggal atau domisilinya paling dekat dengan sekolah. Jarak antara sekolah dan tempat tinggal atau domisili pendaftar dapat dilacak melalui handphone android yang digunakan calon siswa saat mendaftar.
“Disdik bilang mendaftar dengan android dan melalui rumah masing-masing. Kalau begitu bisa saja calon siswa ketika mendaftar mendekatkan posisi handphone android dengan sekolah, ini kan semakin memudahkan, toh verifikator sekolah tidak bekerja,” ungkapnya.
Menurutnya, verifikator sekolah terlihat tidak bekerja, terbukti MAF dan ZFA yang dinyatakan lulus sebagai calon siswa/i SMA Negeri 1 Medan. MAF dan ZFA menggunakan surat keterangan domisili dengan alamat yang sama, yakni Jalan Tengku Cik Ditiro No 1.
“Kalau verifikator sekolah bekerja, MAF dan ZFA, kedua calon siswa tersebut tidak diterima, bagaimana mungkin ada surat keterangan domisili di alamat sekolah. Kalo memang pakai rumah warga yang ada di Jalan Tengku Cik Ditiro No 1, jaraknya bukan 42 atau 70 meter, tapi 100 meter lebih, kelihatan tidak bekerjanya,” bebernya.
Sampel lain yang diuji Abyadi adalah calon siswa berinisial BBS yang dinyatakan lulus jalur zonasi pada nomor urut 12. BBS dinyatakan lulus karena domisilinya hanya 108 meter dari sekolah atau di Jalan Muara Takus No 17 G. Berdasarkan dapodik BBS memiliki alamat di Jalan Gaperta Ujung, Gang Berkat, No 12 A. Selanjutnya calon siswa ADH nomor urut 15 yang dinyatakan lulus karena jarak domisili 122 meter dari sekolah atau di Jalan Tengku Cik Ditiro.
“Alamat domisili ADH di Jalan Tengku Cik Ditiro tanpa nomor rumah. Sedangkan BBS berdasarkan domisili tinggal di Jalan Muara Takus No 17 G, ketika didatangi rumah tersebut, pemilik rumah tak mengenal nama yang dimaksud,” bebernya.
Terakhir data yang dijadikan sampel oleh Ombudsman adalah calon siswa IE yang dinyatakan lulus nomor urut 100. IE sendiri menggunakan surat keterangan domisili di Jalan Taruma, No 36. Padahal, berdasarkan dapodik alamat tercatat di Jalan Bakti Kelapa, No 6. “Rumahnya ketika didatangi juga tak mengenal nama tersebut,” bebernya.
Sekretaris Panitia PPDB Disdik Sumut, Saut Aritonang, saat menerima kedatangan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, menjelaskan panjang lebar tentang alur cerita penerimaan siswa baru.
Menurutnya, digunakannya aplikasi dan tidak perlunya calon siswa datang ke sekolah akibat pandemi covid-19 yang tidak memperbolehkan adanya kerumunan masa guna mencegah penyebaran.
“Jadi mendaftar harus melalui handphone android, kalau tidak andorid ditolak sistem, dan dari rumah masing-masing,” ujar Saut.
Saut menjelaskan penggunaan SKD dalam PPDB jalur zonasi diperbolehkan di Permendikbud 44/2019. Bahkan surat keterangan di Permendikbud tersebut diperbolehkan melalui RT/RW.
“Selanjutnya diterbitkan Pergub sebagai turunan dan petunjuk pelaksana, mengenai surat keterangan domisili kami naikkan statusnya yakni minimal melalui kelurahan, tidak RT/RW,” bilang Saut.
sumber: medanbisnisdaily.com