Belajar Online Membuat Murid Terancam Alami Burnout

Founder Lembaga Betshalam, Christina Hasibuan (baju pink ) melakukan kegiatan bersama anak. (istimewa)

MEDAN, sln70-news.com – Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau belajar dengan metode online yang dilakukan ditengah pandemi covid-19 justru membuat murid terancam mengalami burnout atau kelelahan dan stres fisik serta emosional karena beban belajar yang berlebihan.

Psikolog Anak, Christina Hasibuan, menjelaskan, salah satu tanda anak mengalami burnout terlihat dari penurunan tampilan akademik bahkan gejala psikosomatis. Di mana, mereka tidak selalu ikut belajar dengan baik sekalipun memiliki akses.

Christina mengatakantantangan pelaksanaan PJJ tidak sekadar soal sarana belajar online, seperti ketersediaan laptop, hp android dan kuota internet, tetapi juga soal metode, materi, dan pendampingan belajar.

Hasil survei Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI) menemukan, tidak semua anak yang memiliki hp android dan kuota internet, aktif belajar setiap hari. Dari 125 siswa yang memiliki hp android dan kuota internet, hanya 29,60 persen yang setiap hari mengikuti pembelajaran. Sedangkan sisanya 70,40 persen pernah absen beberapa kali.

Kata dia, survei GNI melibatkan 227 respoden yang berada di Medan dan Deli Serdang. Responden ini merupakan siswa yang mendapatkan sponsor dari GNI dari tingkat SD, SMP dan SMA.

Founder Lembaga Betshalam ini mengatakan lebih lanjut, Pemko Medan perlu membangun sistem pendukung agar anak tidak absen dari PJJ. Dalam membangun sistem pendukung itu, pemko harus memperhatikan empat faktor penting yaitu kurikulum, peran orangtua, interaksi guru-siswa, dan konseling sebaya.

Kurikulum merupakan titik kritikal. Sekalipun Kemdikbud sudah tegas menyatakan, bahwa pembelajaran selama pandemi tidak menuntaskan kurikulum, akan tetapi masih banyak guru yang kesulitan menterjemahkan kebijakan ini.

Tidak semua guru mampu memilih kompetensi dasar esensial untuk diajarkan kepada siswanya sendiri. Ini yang membuat guru masih menggunakan buku teks kurikulum 2013 sebagai satu-satunya sumber belajar.

“Padahal selama PJJ, pembelajaran diharapkan bermakna, menyenangkan dan kontekstual agar siswa memiliki kecapakan hidup,” tukas master psikologi dari Universitas Padjajaran Bandung (UNPAD) ini.

Christina menyarakan Pemko Medan, membuat program konseling teman sebaya (peer counseling). Konseling ini bisa membantu siswa menyalurkan kebutuhan emosinya. Ini dibutuhkan karena siswa cenderung “silang curhat” dengan teman sebayanya.

“Pandemi ini merupakan situasi darurat, sehingga dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk menghadapinya,” tutupnya.

sumber: medanbisnisdaily.com