
MEDAN, sln70-news.com – Pada rapat koordinasi penyelamatan aset dan optimalisasi pendapatan daerah secara daring melalui telekonferensi oleh KPK RI bersama seluruh Pemda di Sumut, Senin (06/07/2020), Plt Wali Kota Medan, Akhyar Nasution, melaporkan sejumlah aset dan pendapatan daerah bermasalah di Pemko Medan.
Di antara dilaporkan Akhyar, bahwa Pemko Medan saat ini tercatat memiliki 12 aset tanah bangunan yang berperkara di pengadilan dan dikuasai oleh pihak ketiga. Namun Akhyar Nasution, memastikan jajarannya akan berkomunikasi secara intensif dengan pihak kejaksaan.
Kemudian terdapat jumlah piutang pajak daerah di atas Rp 100 juta, yang totalnya mencapai sebesar total Rp 83,4 miliar. Rinciannya yaitu untuk piutang pajak hotel atas 19 wajib pungut pajak (wapu) sebesar Rp 23,3 miliar termasuk denda.
Selanjutnya, pajak restoran atas 49 wapu sebesar Rp 13,9 miliar termasuk denda, pajak hiburan atas 3 wapu sebesar Rp 725 juta termasuk denda, pajak parkir atas 9 wapu sebesar Rp 3,9 miliar termasuk denda, dan yang terakhir, piutang pajak PBB atas 77 wapu sebesar Rp 41,7 miliar tanpa denda.
Ketua Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan Wilayah I KPK, Maruli Tua, dalam rapat koordinasi itu mendorong Pemko Medan dan Pemda lainnya di Sumut untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka penyelamatan aset dan optimalisasi pendapatan daerah.
Salah satunya dengan menjalin kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaan Tinggi ataupun Kejaksaan Negeri.
Menurut Maruli, umumnya permasalahan terkait aset daerah yang banyak terjadi adalah belum disertifikatnya aset-aset daerah, sehingga potensi terjadinya perpindahan kepemilikan aset yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah dapat terjadi.
“Di sini ada BPN, sekali lagi target kita adalah minimal 100 bidang tanah pemda yang harus disertifikatkan pada tahun ini. Tujuannya jelas, kita ingin mengamankan aset secara hukum dan secara fisik,” ujar Maruli.
Permasalahan kedua terkait aset, Maruli menambahkan, adalah adanya tumpang tindih aset antara pemda dengan pemda atau instansi lain.
Selain itu, lanjut Maruli, persoalan lainnya adalah terkait penyalahgunaan pemanfaatan aset berupa fasilitas kendaraan dinas yang sebelumnya digunakan oleh pejabat. Setelah tidak lagi menjabat, aset tersebut tidak dikembalikan ke pemda.
“Jangan dilihat dari nilai asetnya, tapi lihat nilai simboliknya. Sebagai mantan pejabat sekaligus orang tua seharusnya memberi contoh teladan. Kembalikan fasilitas negara ketika sudah waktunya,” ujar Maruli.
sumber: medanbisnisdaily.com